Pages

Alokasi Anggaran Keamanan Pilkada 2014

Rabu, 23 April 2014


Pesta demokrasi yang diadakan lima tahun sekali membuat sekat pertanyaan di tengah-tengah masyarakat. Ternyata kegiatan untuk memilih pemimpin ini, membutuhkan sokongan dana yang sangat besar. Dana tersebut diperuntukkan bagi lembaga-lembaga negara untuk menjaga pemilu berjalan dengan baik.
Anggaran pengamanan pemilu yang diajukan Polri mencapai  Rp 3,5 triliun. Khusus alokasi angaran pengamanan jumlahnya mencapai Rp 2,2 triliun hingga putaran kedua. Jumlah tersebut naik drastis karena pada pemilu 2009 anggaran yang digunakan hanya sebesar 1,9 triliun. “Dana pengamanan pemilu memang naik dibandingkan dengan 2009 lalu. Kondisi ini wajar karena adanya penambahan jumlah tempat pemungutann suara (TPS), jumlah petugas pengamanan (PAM) pemilu, dan bertambahnya logistik yang harus dikawal polisi,” ujar Kapolri Jendral Polisi Sutarman di sela-sela Raker komisi III DPR, senin (16/12). “Kenaikan anggaran ini memerlukan dukungan daari DPR. Namun, Polri tetap menjaga sikap netralitasnya dalam pelaksanaan pemilu nanti,” tambahnya.
Terjadi ketidakseimbangan dalam alokasi ini sebab TNI hanya mendapat sokongan dana sebesar Rp 100 miliyar. Dana tersebut telah disetujui oleh Komisi I DPR. Namun, anehnya sebagian anggota DPR mempertanyakan hal ini dan menganggap naiknya anggaran pemilu untuk Polri biasa-biasa saja. Menurut Arwani Thomafi, ”sudah menjadi bagian dari tugas TNI untuk menjaga keamanan nasional dari segala ancaman. Termasuk ancaman pada pemilu. Sehingga, tanpa alokasi anggaran khusus pun TNI seharusnya siap siaga”.
Dari pernyataan Arwani Thomafi tentang tugas TNI untuk menjaga keamanan tanpa alokasi anggaran khusus membuktikan bahwa kegiatan mengamankan tidak harus menggunakan dana yang besar. Namun, Polri terlalu memakasakan kehendak untuk menaikkan anggaran tersebut. Polri mempunyai tugas untuk menjaga keamanan, ketertiban, dan menegakkan hukum sama halnya TNI. Polri tidak harus dikucurkan anggaran 3,5 triliun agar mereka menjalankan tugas mereka. Berdasarkan PP No. 8 tahun 2009, gaji polisi telah naik 15 %. Jika Polri sudah mempunyai gaji yang cukup, maka Polri tidak harus dimanjakan dengan begitu banyaknya uang yang didapatkan (implementasi dari teori stimulus-Sigmund Freud). Dimana kesetiaan polisi untuk mengabdi kepada negara jika semuanya dinilai dengan uang? Ini bisa berakibat fatal jika kewajiban bertugas dinilai dari banyak uang yang diterima.
Brigjen Pol Boy Rafli Amar, Karo Penmas Polri merincikan dana ini untuk pengadaan senjata, pelatihan saat terjadinya bentrok, kesehatan, rapat koordinasi dan transportasi (BBM). Pada pemilu 2014 Polri menugaskan 419.000 personel dari berbagai kesatuan. Personel ini yang akan disebar ke suluruh Indonesia dan secara keseluruhan mereka akan bertugas selama 136 hari. Namun, waktunya tidak akan full karena terjadi jeda di setiap harinya. Dalam aggaran ini pula, Polri membagi pengalokasian dananya dalam dua pos, yakni saat pemilu legislatif sebesar Rp 1,269 triliun dan pemilihan presiden sebesar Rp 1,146 triliun. Selain itu, Polri mengalokasikan Rp 597,9 miliar untuk BBM.
Dapat diindikasikan Polri terlalu menghabiskan banyak anggaran negara untuk kegiatan uforia semata. Meskipun pemilu adalah wadah untuk mencari pemimpin yang katanya berkualitas, tapi semuanya tidak bisa dilihat dari banyaknya dana yang digelontorkan. Pada tahun 2009 dana yang cair Rp 1,9 triliun, pemilu berjalan aman tanpa bentrok.  Polri sudah mempunyai persenjataan yang cukup untuk menjaga keamanan suatu daerah. Setiap polisi sudah dibelakali dengan senjata. Untuk apa membeli senjata mahal-mahal padahal mereka sudah mempunyai segalanya. Bahkan sebelum ditempatkan di daerah tugas, mereka telah dilatih mengamankan bentrok. Jika mereka sakit, maka ada anggaran dana kesehatan yang mengalir ke darah mereka. Darah yang terkucur ke kulit telah dibayar oleh negara untuk menjaga keamanan. Namun Polri terlalu ingin dimanja oleh negara untuk menjadi petugas pemilu.
Dikatakan oleh Arnan selaku peserta FGD I, “satu orang polisi yang mengawas pada satu TPS digaji Rp 500 ribu.” Jika tugas seorang polisi mengamankan jalannya pemilu sama dengan tugas seorang guru yang mengamankan siswanya saat ujian, maka upah semahal itu terlalu berlebihan. Sebab guru hanya diupah untuk transportasi dan makan dengan kisaran paling tinggi Rp 150 ribu. Guru tidak diupah untuk mendidik karena mereka sudah digaji untuk itu. Itupun mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan kendaraan pribadi, bukan dengan kendaraan yang disediakan pemerintah.
Upah Polri yang besar dalam sehari dalam mengamankan daerah pemilu terlalu mencekik  negara. Mereka dibayar untuk menjalankan tugas yang semestinya dikerja tanpa imbalan lagi. Nyatanya di lapangan saat pemilu 2009, banyak polisi yang nganggur karena tidak ada bentrokan yang ingin dilerai. Terlebih lagi di TPS telah banyak pengawas lain, seperti anggota KPU, perwakilan tiap partai dan aparat pada jajaran bawah. Otomatis tugas polisi sebagai pengawas telah dimudahkan.
Sebaiknya anggaran seperti ini dimaksimalkan untuk keperluan yang sangat mendesak, misalnya musibah bencana alam, pemberian subsidi bagi rayat miskin atau pendidikan daerah tertinggal. Polri tidak harus membeli persenjataan baru, membuat pelatihan khusus untuk mengatasi bentrok, menambah anggaran kesehatan atau membiayai rapat-rapat yang membahas tentang pemilu. Jika Polri membutuhkan dana untuk memaksimalkan kinerja keamanan saat pemilu, cukuplah pemerintah menyediakan dana transportasi dan konsumsi bagi mereka. Tidak usah membuat alasan khusus mencari kemakmuran dibalik kesusahan rakyat-rakyat melarat.

Referensi:
http://berita.plasa.msn.com/nasional/tribunnews/rincian-dana-pengamanan-pemilu-polri-rp-359-triliun, 22 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar