Pendahuluan
Setiap
peristiwa memiliki waktu terjadinya. Peristiwa yang berkesan akan mendapatkan
simpati yang berlebih. Simpati yang berlebih didahului dengan interaksi yang signifikan
dengan validitas dan reabilitas yang kuat pula. Adapun subjek yang sekedar
mengikuti, merekalah yang berkonformitas. Merekalah yang menaruh perhatiannya
pada kerumunan orang banyak tapi tak mengetahui subtansinya terlebih dahulu
(peringatan peristiwa).
Seorang
penjajah dapat melakukan segala cara untuk menancapkan pengaruhnya di suatu
wilayah. Berbagai cara dapat dilakukan untuk memprediksi sejauh mana penjajahan
kita efektif tanpa perlawanan. Salah satunya cara menajamkan atau memprediksi
kekuasaan kita adalah dengan membuat kegiatan bertajukkan pribadi. Dengan
diadakannya kegiatan tersebut, penjajah dapat menentukan kebijakan lanjutan
terkait respon yang mereka dapatkan.
Taktik
seperti inilah yang dicoba dilakukan oleh Amerika terhadap Makassar. Dikabarkan
oleh Antara News (2015) bahwa pada tanggal 25-27 mei 2015 akan diadakan independence day di Makassar. Melalui
perwakilannya Joanne I. Cossit selaku konsulat Jenderal AS bidang ekonomi dan
politik, ia mengatakan bahwa saya selalu nyaman
setiap ada disini. Ada banyak perusahaan Amerika yang ada di Makassar. Ekonomi
naik, pelabuhan baik.
Perkataan Joanne seperti ini menimbulkan keambiguan. Apakah
ia nyaman karena banyak perusahaan Amerika di Makassar ataukah pertumbuhan ekonominya.
Kalaupun ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, maka untuk mengambil alasan
seperti ini sangat tidak relevan dengan situasi nyatanya. Tingkat kriminalitas,
seperti begal semakin meningkat. Jika pertumbuhan ekonomi berkolerasi dengan
tingkat kesejahteraan orang, maka validitas dan reabilitas pernyataan Joanne
mesti ditinjau kembali bahkan dapat diragukan atau bisa pula sebaliknya.
Tinjauan Pustaka
1.
Independence day
Dengan adanya peristiwa teh di Boston,
George III bertekad untuk menundukkan Massachusetts dengan kekuatan senjata.
Rakyat koloni tidak menghiraukan tuntutan dan ancaman Inggris, dua belas negara
koloni lainnya telah menyatakan setia kawan berdiri di belakangnya. Pada awal
Desember 1774, ke tiga belas koloni mengadakan pertemuan di Philadelphia (yang
kemudian dikenal dengan Kongres Kontinental I) untuk menentukan langkah dalam
menghadapi Inggris. Peristiwa ini merupakan pertama kalinya bagi ketiga
belas koloni di Amerika untuk bersatu dan saling bekerja sama. Kongres
Kontinental I menghasilkan pernyataan yang pada dasarnya bahwa rakyat koloni di
Amerika tetap setia kepada Raja Inggris dan menuntut kebijaksanaan agar
memulihkan hubungan baik antara daerah koloni dan negara induk
Inggris.Sementara itu, telah terjadi pertempuran antara pasukan Inggris dan
rakyat koloni. Pertempuran pertama meletus di Lexington, kemudian menjalar ke
Concord, dan Boston.
Inggris menolak tuntutan warga koloni.
Adanya The Boston Tea Party dan tuntutan tanah koloni dianggap sebagai tanda
dimulainya suatu pemberontakan. Pemerintah Inggris segera memperbesar jumlah
pasukannya di Amerika. Sejak saat itulah kaum koloni Amerika yakin bahwa jalan
damai untuk menuntut hak-haknya sebagai orang Inggris tidak mungkin dapat
tercapai. Bahkan, mereka terancam akan dimusnahkan segalanya sehingga mereka
bertekad untuk mempertahankan kebebasannya. Kaum koloni Amerika kemudian
mengangkat Goeroge Washington, seorang yang berjasa kepada Inggris dalam Perang
Laut Tujuh Tahun untuk menghadapi Inggris.
Pada mulanya perang ini hanya bersifat
menentang kekerasan pemerintah Inggris terhadap kaum koloni dan belum mempunyai
tujuan untuk mencapai kemerdekaan. Akan tetapi, tujuan perang menjadi jelas
setelah terbitnya buku Common Sense (Pikiran Seha)t (1776) karya Thomas Paine.
Tulisan ini berisikan paham kemerdekaan yang kemudian menyadarkan kaum koloni
untuk mengubah tujuan perjuangannya dari menentang kekerasan menjadi perjuangan
mencapai kemerdekaan.Dalam Kongres Kontinental II tahun 1775 di Philadelphia,
para wakil dari ketiga belas koloni sepakat untuk memerdekakan diri. Akhirnya
pada tanggal 4 Juli 1776 dicanangkan Declaration of Independence sebagai alasan
untuk memisahkan diri dari negeri induk Inggris. Naskah Declaration of
Independence ini disusun oleh panitia kecil yang beranggotakan lima orang,
yakni Thomas Jefferson, Benyamin Franklin, Roger Sherman,Robert Livingstone,
dan John Adams. Mereka itulah yang kemudian dikenal dengan Lima Tokoh Penyusun
Naskah Declaration of Independence. Pada tanggal 4 Juli 1776 ditandatangani
Declaration of Independence dan dijadikan hari Kemerdekaan Amerika
(Independence Day) (materisma.com, 2014).
2.
Siri’ Na Pacce
Kata siri’ dalam bahasa Makassar berarti malu atau
rasa malu, maksudnya siri’ (tuna) lanri
anggaukanna anu kodi, artinya malu apabila melakukan perbuatan yang tercela. Sekalipun kata siri’ tidak
hanya dipahami menurut makna harfiah tersebut. Pengertian siri’menurut istilah
dapat dilihat dari pendapat beberapa tokoh, seperti: B. F. Matthes menjelaskan
sebagaimana dikutip oleh Koentjaraningrat, bahwa istilah siri’diterjemahkan
dengan malu, rasa kehormatannya tersinggung
dan sebagainya. Menurut C.H. Salam Basjah yang dikutip oleh Mattulada memberi tiga
pengertian kepada konsep siri’, yaitu:
Pertamaialah malu, kedua, merupakan daya pendorong untuk membinasakan
siapa saja yang telah menyinggung rasa kehormatan seseorang, dan ketiga ialah
sebagai daya pendorong untuk bekerja atau berusaha sebanyak mungkin.
Siri’ pernah pula dibicarakan dan dikaji pada
Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Komando Daerah Kepolisian (KOMDAK)
XVIII Sulselra bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin, bertempat di ruang
pola Gubernur Sulawesi Selatan pada tanggal 11 Juli 1977 sampai dengan tanggal
13 Juli 1977 dengan tema “Mengolah Masalah Siri’ di Sulawesi Selatan Guna
Peningkatan Ketahanan Nasional dalam Menunjang Pembangunan Nasional.” Adapun
hasil seminar tersebut memberikan konsep dan batasan tentang siri’antara lain:
1. Siri’
dalam sistem budaya adalah pranata pertahanan harga diri, kesusilaan dan hukum
serta agama sebagai salah satu nilai utamanya yang mempengaruhi dan mewarnai
alam pikiran, perasaan dan kemauan manusia. Sebagai konsep budaya, ia
berkedudukan regulator dalam mendinamisasi fungsi-fungsi struktrur dalam
kebudayaan.
2. Siri’
dalam sistem sosial, adalah mendinamisasi keseimbangan eksistensi hubungan
individu dan masyarakat untuk menjaga kesinambungan kekerabatan sebagai
dinamika sosial terbuka untuk beraluh peranan (bertransmisi), beralih bentuk
(bertranformasi), dan ditafsir ulang (re-interpretasi) sesuai dengan
perkembangan kebudayaan nasional, sehingga siri’ dapat ikut memperkokoh
tegaknya filsafat bangsa Indonesia, Pancasila.
3. Siri’
dalam sistem kepribadian, adalah sebagai perwujudan konkrit didalam akal budi
manusia yang menjunjung tinggi kejujuran, keseimbangan, keserasian, keimanan
dan kesungguhan untuk menjaga harkat dan martabat manusia.
Konsep siri’ berdasarkan pengertian bahasa, istilah
dan hasil seminar tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada
masyarakat secara umum tentang makna dan tujuan siri’ yang patut untuk
diyakini, dilaksanakan dan dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari. Dari
seluruh pengertian siri’ tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa siri’ adalah
suatu sistem nilai sosial, budaya dan kepribadian yang merupakan pranata
pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan anggota
masyarakat.
Adapun pengertian pacce secara harfiah menurut
Limpo, yaitu pacce berarti perasaan pedis, perih atau pedih. Sedangkan
pengertian pacce menurut istilah, antara lain: pacce adalah suatu perasaan yang
menyayat hati, pilu bagaikan tersayat sembilu apabila sesama warga masyarakat
atau keluarga atau sahabat ditimpa kemalangan (musibah). Pacceini berfungsi
sebagai alat penggalang persatuan, solidaritas, kebersamaan rasa kemanusiaan
dan memberi motivasi pula untuk berusaha sekalipun dalam keadaan yang sangat
pelik dan berbahaya.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa pacce dapat
memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa, membina solidaritas antara manusia
agar mau membantu seseorang yang mengalami kesulitan. Sebagai contoh seseorang
mengalami musibah, jelas masyarakat lainnya turut merasakan penderitaan yang
dialami rekannya itu dan segera pada saat itu pula mengambil tindakan untuk
membantunya baik berupa materi maupun non materi. Perasaan ini merupakan suatu
pendorong ke arah solidaritas dalam berbagai bentuk terhadap mereka yang
ditimpa kemalangan itu (Darwis dan Dilo, 2012).
3.
Independence Day, Hegemoni AS ke Makassar
Pengaruh Amerika untuk Indonesia sangatlah besar. Amerika
Serikat adalah negara brandal (rogue
state) terbesar di muka bumi. Ia mensponsori kudeta l di Indonesia (1965)
dan bahkan dengan dukungan institusi keuangannya/Depkeunya juga IMF,
menimbulkan aksi devaluasi kejam terhadap aset2 di Asia Timur/Tenggara termasuk
Indonesia (1997) yang menciptakan pengangguran massal dan menihilkan seluruh
kemajuan yang telah dicapai selama bertahun tahun di Asia Timur/Tenggara
termasuk di Indonesia (Harvey, 2003).
Independence day
sebagai
bentuk labelisasi dan penguatan bahwa memang wilayah-wilayah Indonesia sebagai salah
satu kabupaten Amerika dan Indonesia adalah provensinya. Bagaimana mungkin
seseorang merayakan hari peringatan negeri orang yang mengintervensi negerinya
sendiri. Terlebih lagi perayaan ini telah dilakukan sebanyak tiga kali di
provensi lain.
4.
Posisi
Masyarakat Makassar terhadap AS
Jika kita menelisik dalam tulisan lontarak terdapat
petuah-petuah atau ungkapan ungkapan yang berkenaan dengan konsep siri’, antara
lain:
1. Siritaji nakitau,
artinya hanya siri’, maka kita dinamakan manusia. Maksudnya seseorang yang
tidak mempunyai siri’, maka ia tidak ada artinya sebagai manusia (layak disebut
binatang), karena sikap orang yang tidak mempunyai siri’seperti perbuatan
binatang (tidak punya malu).
2. Sirikaji tojeng, siritaji tojeng,
artinya hanya siri’lah yang benar. Maksudnya perasaan siri’atau malu karena
melakukan perbuatan yang tercela, hal tersebut dianggap benar oleh hukum
manapun (agama, adat dan negara).
3. Karaeng, siri’ kuji ki atai,
artinya Tuanku, hanya karena siri’maka tuan memperhamba saya. Maksudnya
kedudukan (status sosial) seseorang sangat mempengaruhi sikap orang lain dalam
kehidupan sosialnya.
4. Punna taenamo siri’ku, manna
kupannobokangki, taenamo nalantang-lantang, artinya
manakala tidak ada lagi siri’ ku, maka sekalipun aku menikamkan kerisku kepada
tuan, tidaklah menjadi dalam lagi. Maksudnya apabila seseorang sudah tidak
memiliki perasaan malu, maka orang tersebut sudah tidak mempunyai kehormatan
dan kekuatan di hadapan orang lain.
5. Kaanne buttaya Gowa majarremi
nikasirikang, artinya bahwasanya negeri Gowa ini
telah ditekadkan guna membela siri’. Maksudnya bahwa kerajaan Gowa atau wilayah
Gowa merupakan daerah yang sangat menjunjung dan menghargai falsafah siri’.
Dalam pemahaman masyarakat Suku Makassar, kejayaan dan kebesaran suatu negeri
bergantung kepada empat hal pokok, yaitu adat kebiasaan (Ada’), persamaan hukum (Rapang),
undang-undang (Bicara), aturan
mengenai strata sosial (Wari), dan
aturan syariat Islam (Sara) (Marsuki
dalam Darwis dan Dilo, 2012)
Umat Islam terutama masyarakat Makassar seharusnya
memiliki kepekaan politik dan mengetahui tingkah pola negara-negara asing.
Manuver AS seharusnya sudah bisa terbaca dan tidak mudah mengecohkan umat
Islam. Wajah manis yang ditampakkan sesungguhnya hanya topeng. AS yang
nyata-nyata memerangi kaum muslim baik dengan hard poweratau soft power tergolong
negara muhariban fi’lan. Sikap yang tegas seharusnya
ditunjukkan umat Islam di Indonesia adalah perang dan melawan. Tidak sepatutnya
tunduk dan menghamba kepada AS. Sikap seperti ini bisa saja muncul jika kepala
negara mempunyai keberanian politik dan tidak takut pada negara kafir. Hal itu
dikarenakan pijakan kuatnya adalah aqidah Islam. Indonesia pun harus jelas
memposisikan, mana negara musuh dan mana negara kawan.
Cengkeraman AS dalam penjelasan di atas sudah cukup
untuk membelalakkan mata bagi siapa pun. Termasuk kalangan tokoh umat, militer,
dan mayoritas umat Islam. karena itu, saat ini tidaklah pada tempatnya ikut
serta merayakan Independence Day AS. Independen Day AS di Losari Makassar
sesungguhnya simbol hegemoni AS atas Indonesia. Umat Islam sudah semestinya
menghapuskan pemujaan manusia terhadap orang dan kepentingan AS. Justru
seharusnya, umat pun membongkar dan menghinakannya. Negara kufur merupakan
negara yang rusak dan terbelakang. Lebih dari itu, negara kafir tersebut
menentang aturan-aturan Islam.
Sekalipun negara-negara penjajah tidak lagi hadir
dengan seragamnya militer di negeri ini, namun tugas umat ini masih sangat sulit
dan jauh dari sempurnna. Hal yang seharusnya diserukan adalah untuk kembali
bersama kepada pangkuan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. Tentunya
ini akan mengakhiri belenggu ekonomi, politik, kebudayaan negara penjajah yang
berlandas pada ideologi kapitalisme. Saatnya umat ini dan komponen bangsa
bersatu padu dalam visi dan misi global menegakan Khilafah yang akan melindungi
harta dan jiwa umat dari serangan penjajah (Lajnah Siyasah HTI DPD Sulselbar,
2015).
5.
Petisi
Petisi menurut Bambang Marhijanto (1999), petisi
adalah permohonan. Petisi adalah permohonan resmi yang diberikan kepada pemangku
kebijakan. Bentuk petisi biasanya diawali pernyataan sikap kemudian diakhiri
dengan tuntutan massa. Yang perlu dipertegas adalah petisi merupaka amanah yang
mesti ditindaklanjuti dengan berbagai pertimbangan yang tegas dan bijak. Petisi dapat pula disertai dengan tanda tangan
oleh berbagai pihak terkait dan dapat pula dihimpun dengan menggunakan media online pada https://www.change.org/id/mulai-sebuah-petisi.
Kesimpulan
Independence day sebagai
bentuk labelisasi dan penguatan bahwa memang wilayah-wilayah Indonesia sebagai salah
satu kabupaten Amerika dan Indonesia adalah provensinya. Berdasarkan fakta yang
terindra oleh khalayak ramai serta data-data yang dapat digali lebih dalam,
maka sebagai orang Makassar yang memegang teguh falsafah siri’ na pace, yang anti akan penindasan, harga diri yang dipegang
teguh, serta empat pokok falsafah yang berkaitan dengan adat kebiasaan (Ada’), persamaan hukum (Rapang), undang-undang (Bicara), aturan mengenai strata sosial (Wari), dan aturan syariat Islam (Sara) bukanlah menjadi pertimbangan
oleh kita untuk tidak melawan kegiatan seperti ini.Masyarakat
dapat menghimpun kekuatan dengan membuat petisi penolakan. Petisi tersebut
dapat diakses secara langsung atau dengan menggunakan media online.
Daftar Pustaka
Darwis,
Rizal., & Asma Usman Dilo. 2012. Implikasi
Falsafah Siri’ Na Pacce pada Masyarakat Suku Makassar di Kabupaten Gowa. IAIN
Sultan Amai: Gorontalo.
Harvey,
David. 2003. The New Imperialism. Oxford
University.
Marhijanto,
Bambang. 1999. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia Masa Kini. Surabaya: Terbit Terang.