Pages

Sibuk itu Menunggu

Sabtu, 09 Mei 2015


Untukmu yang paling jauh, masa lalu. Untukmu yang terang, masa depan. Sibuk itu Menunggu. Karena kalian, kita belajar.
---------------------------------------------
Ayo jalan deh?
Bah, duluan maki bro..
Apa ji? Sibuk skali ki bro. refresh sedikitlah..
Bah, ada jitu waktunya bro..
Oh iya, ada mau kutanya dan penasaran ka. Siapa teman ta’arufmu? Hehe
? Hehe.. (diam, cengar-cengir tidak jelas)
----------------------------------------------
Sebulan yang lalu, sempat belajar psikologi perkembangan dewasa dan lansia. Dua hal yang paling lengket di kepala, pekerjaan dan jodoh. Mereka yang paling berkesan. Entah kenapa, kalau diskusinya tentang kedua hal itu teman-teman di kelas punya dua ekspresi, serius dan bahagia. Ketika menginjak dewasa awal, semua orang memikirkan keduanya. Jadi, bukan hal yang tabuh untuk dibicarakan di bangku tulis hingga koridor kampus. Mungkin itu yang nabilang orang sunrise.

Tidak menolak, memang itu yang ada di kepala. Beberapa planning sudah disusun namun realitanya kita masih bertahan pada teori “manusia itu dinamis”. Jadi mau ki apa? Kalau ada teman yang ngajak kesana-kemari, alasannya cuman satu “bah, duluan maki bro, ada kukerja”. Entah apa nama variabelnya tapi kata-kata “ada mau kukerja/sibuk” adalah variabel terikat. Dan cinta/jodoh adalah variable bebas yang banyak variabel kontrolnya. Desain penelitiannya adalah kuantitatif korelasi.

Langsung maki seminar proposal, sebenarnya pekerjaan itu spekulasi. Menyibukkan diri itu alasan untuk menunggu. Ada udang di balik batu akik. Pasti bertanya “menunggu apa?” nah, kembali maki variable bebasnya.

Untukmu yang paling jauh, masa lalu. Untukmu yang terang, masa depan. Sibuk itu Menunggu. Karena kalian, kita belajar. Cinta datang karena banyaknya intensitas ketemuan dan komunikasi. Cinta itu menyentuh pikiran dan fisik. Mari mengingkaari jika mampu ataukah yuk menunggu jika merasa dinamis. Dan izinkan saya mencintai dengan caraku sendiri. Meski sebatas mengawasi dari balik kaca spion Biarkan jodoh sebagai kuasa dan masalah melangit, sedang kita membumi menengadah tangan ke atas.

Jika saya baik, ia juga akan baik. Begitupun sebaliknya. Ngaji juga yuk, bukan untuk jodoh, tapi akhiratnya kita.

Arrijalu khawwamuuna alannishaaaaaaa’……….. (An-Nisa:34)
Read more ...

PETISI SIRI’ NA PACCE MENOLAK TIUP LILIN AMERIKA (INDEPENDENCE DAY) DI LOSARI: MAKASSAR TELAH TERANCAM

Selasa, 14 April 2015
Pendahuluan
Setiap peristiwa memiliki waktu terjadinya. Peristiwa yang berkesan akan mendapatkan simpati yang berlebih. Simpati yang berlebih didahului dengan interaksi yang signifikan dengan validitas dan reabilitas yang kuat pula. Adapun subjek yang sekedar mengikuti, merekalah yang berkonformitas. Merekalah yang menaruh perhatiannya pada kerumunan orang banyak tapi tak mengetahui subtansinya terlebih dahulu (peringatan peristiwa).
Seorang penjajah dapat melakukan segala cara untuk menancapkan pengaruhnya di suatu wilayah. Berbagai cara dapat dilakukan untuk memprediksi sejauh mana penjajahan kita efektif tanpa perlawanan. Salah satunya cara menajamkan atau memprediksi kekuasaan kita adalah dengan membuat kegiatan bertajukkan pribadi. Dengan diadakannya kegiatan tersebut, penjajah dapat menentukan kebijakan lanjutan terkait respon yang mereka dapatkan.
Taktik seperti inilah yang dicoba dilakukan oleh Amerika terhadap Makassar. Dikabarkan oleh Antara News (2015) bahwa pada tanggal 25-27 mei 2015 akan diadakan independence day di Makassar. Melalui perwakilannya Joanne I. Cossit selaku konsulat Jenderal AS bidang ekonomi dan politik, ia mengatakan bahwa saya selalu nyaman setiap ada disini. Ada banyak perusahaan Amerika yang ada di Makassar. Ekonomi naik, pelabuhan baik.
Perkataan Joanne seperti ini menimbulkan keambiguan. Apakah ia nyaman karena banyak perusahaan Amerika di Makassar ataukah pertumbuhan ekonominya. Kalaupun ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, maka untuk mengambil alasan seperti ini sangat tidak relevan dengan situasi nyatanya. Tingkat kriminalitas, seperti begal semakin meningkat. Jika pertumbuhan ekonomi berkolerasi dengan tingkat kesejahteraan orang, maka validitas dan reabilitas pernyataan Joanne mesti ditinjau kembali bahkan dapat diragukan atau bisa pula sebaliknya.
Tinjauan Pustaka
1.      Independence day
Dengan adanya peristiwa teh di Boston, George III bertekad untuk menundukkan Massachusetts dengan kekuatan senjata. Rakyat koloni tidak menghiraukan tuntutan dan ancaman Inggris, dua belas negara koloni lainnya telah menyatakan setia kawan berdiri di belakangnya. Pada awal Desember 1774, ke tiga belas koloni mengadakan pertemuan di Philadelphia (yang kemudian dikenal dengan Kongres Kontinental I) untuk menentukan langkah dalam menghadapi Inggris. Peristiwa ini merupakan pertama kalinya bagi ketiga belas koloni di Amerika untuk bersatu dan saling bekerja sama. Kongres Kontinental I menghasilkan pernyataan yang pada dasarnya bahwa rakyat koloni di Amerika tetap setia kepada Raja Inggris dan menuntut kebijaksanaan agar memulihkan hubungan baik antara daerah koloni dan negara induk Inggris.Sementara itu, telah terjadi pertempuran antara pasukan Inggris dan rakyat koloni. Pertempuran pertama meletus di Lexington, kemudian menjalar ke Concord, dan Boston.
Inggris menolak tuntutan warga koloni. Adanya The Boston Tea Party dan tuntutan tanah koloni dianggap sebagai tanda dimulainya suatu pemberontakan. Pemerintah Inggris segera memperbesar jumlah pasukannya di Amerika. Sejak saat itulah kaum koloni Amerika yakin bahwa jalan damai untuk menuntut hak-haknya sebagai orang Inggris tidak mungkin dapat tercapai. Bahkan, mereka terancam akan dimusnahkan segalanya sehingga mereka bertekad untuk mempertahankan kebebasannya. Kaum koloni Amerika kemudian mengangkat Goeroge Washington, seorang yang berjasa kepada Inggris dalam Perang Laut Tujuh Tahun untuk menghadapi Inggris.
Pada mulanya perang ini hanya bersifat menentang kekerasan pemerintah Inggris terhadap kaum koloni dan belum mempunyai tujuan untuk mencapai kemerdekaan. Akan tetapi, tujuan perang menjadi jelas setelah terbitnya buku Common Sense (Pikiran Seha)t (1776) karya Thomas Paine. Tulisan ini berisikan paham kemerdekaan yang kemudian menyadarkan kaum koloni untuk mengubah tujuan perjuangannya dari menentang kekerasan menjadi perjuangan mencapai kemerdekaan.Dalam Kongres Kontinental II tahun 1775 di Philadelphia, para wakil dari ketiga belas koloni sepakat untuk memerdekakan diri. Akhirnya pada tanggal 4 Juli 1776 dicanangkan Declaration of Independence sebagai alasan untuk memisahkan diri dari negeri induk Inggris. Naskah Declaration of Independence ini disusun oleh panitia kecil yang beranggotakan lima orang, yakni Thomas Jefferson, Benyamin Franklin, Roger Sherman,Robert Livingstone, dan John Adams. Mereka itulah yang kemudian dikenal dengan Lima Tokoh Penyusun Naskah Declaration of Independence. Pada tanggal 4 Juli 1776 ditandatangani Declaration of Independence dan dijadikan hari Kemerdekaan Amerika (Independence Day) (materisma.com, 2014).

2.      Siri’ Na Pacce
Kata siri’ dalam bahasa Makassar berarti malu atau rasa malu, maksudnya  siri’ (tuna) lanri anggaukanna anu kodi, artinya malu apabila melakukan perbuatan  yang tercela. Sekalipun kata siri’ tidak hanya dipahami menurut makna harfiah tersebut. Pengertian siri’menurut istilah dapat dilihat dari pendapat beberapa tokoh, seperti: B. F. Matthes menjelaskan sebagaimana dikutip oleh Koentjaraningrat, bahwa istilah siri’diterjemahkan dengan malu, rasa kehormatannya tersinggung  dan sebagainya. Menurut C.H. Salam Basjah  yang dikutip oleh Mattulada memberi tiga pengertian kepada konsep siri’, yaitu:  Pertamaialah malu, kedua, merupakan daya pendorong untuk membinasakan siapa saja yang telah menyinggung rasa kehormatan seseorang, dan ketiga ialah sebagai daya pendorong untuk bekerja atau berusaha sebanyak mungkin.
Siri’ pernah pula dibicarakan dan dikaji pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Komando Daerah Kepolisian (KOMDAK) XVIII Sulselra bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin, bertempat di ruang pola Gubernur Sulawesi Selatan pada tanggal 11 Juli 1977 sampai dengan tanggal 13 Juli 1977 dengan tema “Mengolah Masalah Siri’ di Sulawesi Selatan Guna Peningkatan Ketahanan Nasional dalam Menunjang Pembangunan Nasional.” Adapun hasil seminar tersebut memberikan konsep dan batasan tentang siri’antara lain:
1.      Siri’ dalam sistem budaya adalah pranata pertahanan harga diri, kesusilaan dan hukum serta agama sebagai salah satu nilai utamanya yang mempengaruhi dan mewarnai alam pikiran, perasaan dan kemauan manusia. Sebagai konsep budaya, ia berkedudukan regulator dalam mendinamisasi fungsi-fungsi struktrur dalam kebudayaan.
2.      Siri’ dalam sistem sosial, adalah mendinamisasi keseimbangan eksistensi hubungan individu dan masyarakat untuk menjaga kesinambungan kekerabatan sebagai dinamika sosial terbuka untuk beraluh peranan (bertransmisi), beralih bentuk (bertranformasi), dan ditafsir ulang (re-interpretasi) sesuai dengan perkembangan kebudayaan nasional, sehingga siri’ dapat ikut memperkokoh tegaknya filsafat bangsa Indonesia, Pancasila.
3.      Siri’ dalam sistem kepribadian, adalah sebagai perwujudan konkrit didalam akal budi manusia yang menjunjung tinggi kejujuran, keseimbangan, keserasian, keimanan dan kesungguhan untuk menjaga harkat dan martabat manusia.
Konsep siri’ berdasarkan pengertian bahasa, istilah dan hasil seminar tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat secara umum tentang makna dan tujuan siri’ yang patut untuk diyakini, dilaksanakan dan dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari. Dari seluruh pengertian siri’ tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa siri’ adalah suatu sistem nilai sosial, budaya dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan anggota masyarakat.
Adapun pengertian pacce secara harfiah menurut Limpo, yaitu pacce berarti perasaan pedis, perih atau pedih. Sedangkan pengertian pacce menurut istilah, antara lain: pacce adalah suatu perasaan yang menyayat hati, pilu bagaikan tersayat sembilu apabila sesama warga masyarakat atau keluarga atau sahabat ditimpa kemalangan (musibah). Pacceini berfungsi sebagai alat penggalang persatuan, solidaritas, kebersamaan rasa kemanusiaan dan memberi motivasi pula untuk berusaha sekalipun dalam keadaan yang sangat pelik dan berbahaya.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa pacce dapat memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa, membina solidaritas antara manusia agar mau membantu seseorang yang mengalami kesulitan. Sebagai contoh seseorang mengalami musibah, jelas masyarakat lainnya turut merasakan penderitaan yang dialami rekannya itu dan segera pada saat itu pula mengambil tindakan untuk membantunya baik berupa materi maupun non materi. Perasaan ini merupakan suatu pendorong ke arah solidaritas dalam berbagai bentuk terhadap mereka yang ditimpa kemalangan itu (Darwis dan Dilo, 2012).

3.      Independence Day, Hegemoni AS ke Makassar
Pengaruh Amerika untuk Indonesia sangatlah besar. Amerika Serikat adalah negara brandal (rogue state) terbesar di muka bumi. Ia mensponsori kudeta l di Indonesia (1965) dan bahkan dengan dukungan institusi keuangannya/Depkeunya juga IMF, menimbulkan aksi devaluasi kejam terhadap aset2 di Asia Timur/Tenggara termasuk Indonesia (1997) yang menciptakan pengangguran massal dan menihilkan seluruh kemajuan yang telah dicapai selama bertahun tahun di Asia Timur/Tenggara termasuk di Indonesia (Harvey, 2003).
Independence day sebagai bentuk labelisasi dan penguatan bahwa memang wilayah-wilayah Indonesia sebagai salah satu kabupaten Amerika dan Indonesia adalah provensinya. Bagaimana mungkin seseorang merayakan hari peringatan negeri orang yang mengintervensi negerinya sendiri. Terlebih lagi perayaan ini telah dilakukan sebanyak tiga kali di provensi lain.

4.      Posisi Masyarakat Makassar terhadap AS
Jika kita menelisik dalam tulisan lontarak terdapat petuah-petuah atau ungkapan ungkapan yang berkenaan dengan konsep siri’, antara lain:
1.      Siritaji nakitau, artinya hanya siri’, maka kita dinamakan manusia. Maksudnya seseorang yang tidak mempunyai siri’, maka ia tidak ada artinya sebagai manusia (layak disebut binatang), karena sikap orang yang tidak mempunyai siri’seperti perbuatan binatang (tidak punya malu).
2.      Sirikaji tojeng, siritaji tojeng, artinya hanya siri’lah yang benar. Maksudnya perasaan siri’atau malu karena melakukan perbuatan yang tercela, hal tersebut dianggap benar oleh hukum manapun (agama, adat dan negara).
3.      Karaeng, siri’ kuji ki atai, artinya Tuanku, hanya karena siri’maka tuan memperhamba saya. Maksudnya kedudukan (status sosial) seseorang sangat mempengaruhi sikap orang lain dalam kehidupan sosialnya.
4.      Punna taenamo siri’ku, manna kupannobokangki, taenamo nalantang-lantang, artinya manakala tidak ada lagi siri’ ku, maka sekalipun aku menikamkan kerisku kepada tuan, tidaklah menjadi dalam lagi. Maksudnya apabila seseorang sudah tidak memiliki perasaan malu, maka orang tersebut sudah tidak mempunyai kehormatan dan kekuatan di hadapan orang lain.
5.      Kaanne buttaya Gowa majarremi nikasirikang, artinya bahwasanya negeri Gowa ini telah ditekadkan guna membela siri’. Maksudnya bahwa kerajaan Gowa atau wilayah Gowa merupakan daerah yang sangat menjunjung dan menghargai falsafah siri’. Dalam pemahaman masyarakat Suku Makassar, kejayaan dan kebesaran suatu negeri bergantung kepada empat hal pokok, yaitu adat kebiasaan (Ada’), persamaan hukum (Rapang), undang-undang (Bicara), aturan mengenai strata sosial (Wari), dan aturan syariat Islam (Sara) (Marsuki dalam Darwis dan Dilo, 2012)
Umat Islam terutama masyarakat Makassar seharusnya memiliki kepekaan politik dan mengetahui tingkah pola negara-negara asing. Manuver AS seharusnya sudah bisa terbaca dan tidak mudah mengecohkan umat Islam. Wajah manis yang ditampakkan sesungguhnya hanya topeng. AS yang nyata-nyata memerangi kaum muslim baik dengan hard poweratau soft power tergolong negara muhariban fi’lan. Sikap yang tegas seharusnya ditunjukkan umat Islam di Indonesia adalah perang dan melawan. Tidak sepatutnya tunduk dan menghamba kepada AS. Sikap seperti ini bisa saja muncul jika kepala negara mempunyai keberanian politik dan tidak takut pada negara kafir. Hal itu dikarenakan pijakan kuatnya adalah aqidah Islam. Indonesia pun harus jelas memposisikan, mana negara musuh dan mana negara kawan.
Cengkeraman AS dalam penjelasan di atas sudah cukup untuk membelalakkan mata bagi siapa pun. Termasuk kalangan tokoh umat, militer, dan mayoritas umat Islam. karena itu, saat ini tidaklah pada tempatnya ikut serta merayakan Independence Day AS. Independen Day AS di Losari Makassar sesungguhnya simbol hegemoni AS atas Indonesia. Umat Islam sudah semestinya menghapuskan pemujaan manusia terhadap orang dan kepentingan AS. Justru seharusnya, umat pun membongkar dan menghinakannya. Negara kufur merupakan negara yang rusak dan terbelakang. Lebih dari itu, negara kafir tersebut menentang aturan-aturan Islam.
Sekalipun negara-negara penjajah tidak lagi hadir dengan seragamnya militer di negeri ini, namun tugas umat ini masih sangat sulit dan jauh dari sempurnna. Hal yang seharusnya diserukan adalah untuk kembali bersama kepada pangkuan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. Tentunya ini akan mengakhiri belenggu ekonomi, politik, kebudayaan negara penjajah yang berlandas pada ideologi kapitalisme. Saatnya umat ini dan komponen bangsa bersatu padu dalam visi dan misi global menegakan Khilafah yang akan melindungi harta dan jiwa umat dari serangan penjajah (Lajnah Siyasah HTI DPD Sulselbar, 2015).
5.      Petisi
Petisi menurut Bambang Marhijanto (1999), petisi adalah permohonan. Petisi adalah permohonan resmi yang diberikan kepada pemangku kebijakan. Bentuk petisi biasanya diawali pernyataan sikap kemudian diakhiri dengan tuntutan massa. Yang perlu dipertegas adalah petisi merupaka amanah yang mesti ditindaklanjuti dengan berbagai pertimbangan yang tegas dan bijak.  Petisi dapat pula disertai dengan tanda tangan oleh berbagai pihak terkait dan dapat pula dihimpun dengan menggunakan media online pada https://www.change.org/id/mulai-sebuah-petisi.
Kesimpulan
Independence day sebagai bentuk labelisasi dan penguatan bahwa memang wilayah-wilayah Indonesia sebagai salah satu kabupaten Amerika dan Indonesia adalah provensinya. Berdasarkan fakta yang terindra oleh khalayak ramai serta data-data yang dapat digali lebih dalam, maka sebagai orang Makassar yang memegang teguh falsafah siri’ na pace, yang anti akan penindasan, harga diri yang dipegang teguh, serta empat pokok falsafah yang berkaitan dengan adat kebiasaan (Ada’), persamaan hukum (Rapang), undang-undang (Bicara), aturan mengenai strata sosial (Wari), dan aturan syariat Islam (Sara) bukanlah menjadi pertimbangan oleh kita untuk tidak melawan kegiatan seperti ini.Masyarakat dapat menghimpun kekuatan dengan membuat petisi penolakan. Petisi tersebut dapat diakses secara langsung atau dengan menggunakan media online.

Daftar Pustaka
Darwis, Rizal., & Asma Usman Dilo. 2012. Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce pada Masyarakat Suku Makassar di Kabupaten Gowa. IAIN Sultan Amai: Gorontalo.
Harvey, David. 2003. The New Imperialism. Oxford University.
Marhijanto, Bambang. 1999. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini. Surabaya: Terbit Terang.


Read more ...

MENOLAK “SETENGAH-SETENGAH”

Selasa, 31 Maret 2015
Indonesia, negeri kaya katanya. Tiap harinya dirundung nestapa. Masalah apa yang kalian cari? Semua ada di sini. Jangan ditanya kekuasaan, masalah rumah tangga saja seluruh dunia bisa tahu. Di Indonesia, dinamika politik, ekonomi, sosial-budaya, hukum, dan pertahanan-keamanan menjadi santapan setiap harinya. Ini menunjukkan bahwa negeri ini kian jauh dari harapan dan belum mapan mengurus dirinya sendiri.
Ada banyak masalah yang sedang dihadapi oleh Indonesia di berbagai lini. Masalah ekonomi misalnya. Pada tahun 2013, utang Indonesia mencapai Rp. 2.273,76 T. Jumlah utang ini naik tiap tahunnya. Bahkan jika dikalkulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 249,9 juta (data BPS 2013), maka setiap bayi yang lahir di negeri ini sudah menanggung utang sekitar 9,09 juta. Utang menjadi andalan karena kekayaan alam telah tergadai dimana-mana. Menurut mantan Rektor UGM, Prof. Pratikno, asset Negara ini sudah tergadai 70-80 persen kepada asing (Humaidi, 2014). Selain itu, permasalahan seperti PT. Freeport yang dimanjakan, nilai tukar mata uang rupiah yang menurun, liberasasi migas hingga memaksa Indonesia mengikuti mekanisme pasar bebas, naiknya biaya pangan karena penimbunan oleh mafia distributor Bulog, dan pemalakan penguasa dengan target pajak hingga 1300 T untuk periode 2015.
Masalah di bidang politik-hukum, mulai dengan Pemilu yang syarat akan money politic, bagi-bagi kekuasaan, pertengkaran antar lembaga penguasa, korupsi pejabat publik, pertengkaran antar parpol, dualisme kekuasaan, liberalisasi politik, hukum tebang pilih, ketua MK korupsi, remisi koruptor, penguasa tandingan, biaya reses, sandiwara politik dan dinasti kekuasaan. Masalah di bidang sosial-budaya, seperti pergaulan bebas, konflik kesukuan, begal penjahat bermotor, dan pendidikan yang gagal melahirkan generasi madani. Masalah-masalah ini adalah hasil dari kesetengah-setengahan penguasa dan masyarakatnya dalam menerapkan hukum Allah dengan mencampur berbagai pemikiran. Sehingga tidak akan ditemui rahmat bagi negeri ini sebab pemikiran yang tidak cemerlang, jernih dan murni.
Tiap lima tahun sekali, rezim diganti, banyak solusi yang diberikan namun tidak berdampak positif, berbagai partai didirikan namun yang ada adalah pertarungan kepentingan, dan lain-lain. Hampir semua telah dicoba, namun tidak dapat mengeluarkan negeri ini dari penghambaan setengah-setengah. Penghambaan yang tidak mendasar pada fitrah manusia sebagai mahluk ciptaan Allah. Untuk merevitalisasi keadaan ini, maka hendaknya ada gerakan politik yang berlandaskan ideologi.
Ada upaya yang dilakukan untuk membangkitkan diri dari kesetengah-tengahan, namun ini menemui kegagalan. Pertama, gerakan tersebut berdiri di atas pemikiran yang umum tanpa batasan yang jelas. Kedua, gerakan tersebut tidak mengetahui metode bagi penerapan pemikirannya. Ketiga, gerakan tersebut bertumpu kepada orang-orang yang belum sepenuhnya mempunyai kesadaran yang benar. Keempat, orang yang menjalankan tugas gerakan tersebut tidak mempunyai ikatan yang benar (An-Nabhani, 2001). Sehingga ditemui kesimpulan paling awal dan mendasar bahwa merevitalisasi keadaan negeri harus dimulai dari perubahan ideologi masyarakatnya.
Gerakan-gerakan yang muncul di tengah-tengah masyarakat adalah gerakan Islam dan keagamaan yang lain, gerakan nasionalis dan kesukuan serta organisasi-organisasi sosial. Gerakan seperti ini bisa disebut juga aksi massa, yakni gerakan yang berasal dari orang banyak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan politik mereka (Malaka, 2013). Gerakan Islam yang ada masih sangat meluas tanpa batasan yang jelas. Menginterpretasikan Islam agar sesuai kondisi negeri ini kemudian membolak-balikkan dalil sehingga tidak ditemui kejelasan tentang yang mana sebenarnya Islam. Hal seperti ini tercantum dalam buku komaruddin Hidayat (2014).
Apalagi kaum-kaum liberal membagi umat Islam menjadi tiga golongan untuk memecah kesatuaan di antara mereka dengan menggunakan istilah Islam tradisional, Islam moderat dan Islam radikal (Fundamentalis). Kemudian mereka melalui rezim merangkul erat kaum tradisional dan moderat, namun menjadikan fundamentalis sebagai teroris di Indonesia. Sebab fundamentalislah yang gerakannya masif dengan ideologi Islam sehingga tak ada lagi kesetengah-setengahan di negeri ini.
Adapun gerakan-gerakan nasional dan kesukaan sejatinya tidak akan bertahan lama bagi pemeluknya dan menjadi pemantik pergeseran di kalangan masyarakat dan dunia. Mereka diikat oleh letak geografis seutuhnya. Ketika tidak ada yang menyikut kepentingan daerahnya, maka gerakan seperti ini tidak akan aktif dan diam dengan keadaan daerah lain yang mengalami kesulitan. Gerakan seperti ini akan bersifat sementara apalagi jika itu berkaitan dengan masalah perut dan di bawah perut.
Organisasi-organisasi sosial juga tidak dapat dijadikan fokus dalam merevitalisasi negeri ini. Organisasi sosial hanya menjadi wadah tambahan untuk mengurangi sedikit kesulitan yang ada. Pengaruhnya tidak medasar sebab organisasi sosial tidak membuat atau meligitimasi kebijakan bagi masyarakat seutuhnya. Maka yang semestinya dibentuk adalah partai politik yang berideologi.
Ketiga gerakan tersebut menjadi senjata yang ampuh untuk mengintervensi pemikiran Indonesia dari kebangkitan. Para pemudanya dinyenyaktidurkan dengan kenikmatan dan pemikiran-pemikiran di luar Islam. Pemikiran-pemikiran yang sumbernya dari manusia seperti dirinya sendiri. Sedangkan mereka sangat paham pula bahwa keterbatasan melekat erat dalam dirinya. Sehingga sedalam apapun pemikiran manusia, pastilah akan ada cacatnya.
Oleh karena itu, gerakan yang benar adalah sebuah gerakan yang berdiri sebagai sebuah partai politik yang berideologi Islam. Pemikiran Islam mendalam dan cemerlang harus menjadi ruh dalam gerakan, metode yang terimplemtasikan dari pemikiran Islam tanpa campuran pemikiran lain sehingga ditemui kejernihan dan kelurusan gerakan. Dari kedua faktor tersebut akan menciptakan manusia bersih sebagai hasil darinya.
           
An-Nabhani. 2001. At-takuttul Al-Hizbiy (Pembentukan Partai Politik Islam). Jakarta: Hizbut Tahrir.
Hidayat, Komaruddin. 2014. Kontroversi Khilafah Islam, Negrara, dan Pancasila. Jakarta: Mizan.
Humaidi. 2014. Terpuruk di Semua Lini (Refleksi Akhir Tahun 2013). Jakarta: Al-Wa’ie.
Malaka, Tan. 2013. Aksi Massa. Jakarta: Buku Seru.
Read more ...